Sabu merupakan pulau terpencil dengan sifat mobilitas tinggi. Karena itu penyebarannya ke seluruh Nusa Tenggara Timur cukup menyolok. Dari Kabupaten Kupang dapat dijangkau dengan kapal laut dan 45 menit penerbangan.Iklim umumnya ditandai dengan musim kemarau yang panjang yakni bulan Maret sampai dengan bulan November. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat suku Sabu hidup dalam kekerabatan keluarga (Ayah, ibu dan anak) disebut He Wue Dara Am’mu.
Beberapa keluarga yag bersekutu dalam suatu upacara adat adalah keluarga luas, dengan memiliki rumah adat sendiri berketurunan satu nenek atau He Dou Appu.
Pola perkampungan orang Sabu tidak bisa terlepas dari pemberian makna pulaunya sendiri atau Rai Hawu. Rai Hawu dibayangkan sebagi suatu makluk hidup yang membujur kepalanya di barat dan ekornya di timur. Maha yang letaknya disebelah barat adalah kepala Hab’ba dan LiaE di tengah adalah dada dan perut. Sedangkan Dimu di timur merupakan ekor. Pulau itu juga dibayangkan sebagai perahu, bagian Barat Sawu yaitu Mahara yang berbukit dan berpegunungan, digolongkan sebagai anjungan tanah (duru rai) sedangkan dimu yang lebih datar dan rendah dianggap buritannya (wui rai).
Orang Sabu mengenal hari-hari dalam satu minggu, misalnya hari Senin (Lodo Ah’hi), Selasa (Lodo Due), Rabu ( Lodo Tal’lu), Kamis (Lodo Ap’pa), Jumat (Lodo Lem’mi), Sabtu (Lodo An’na), Minggu (Lodo Migu).
Konsep hari ini (Lodo de), hari yang telah lampau (Mid’a), besok (Bar’ri rai). Hari-hari tersebut membentuk satu minggu kemudian 4 atau 5 minggu membentuk satu bulan (war’ru) dan 12 bulan membentuk satu tahun (tou).
Secara umum orang Sabu mengenal dua musim, kemarau yang disebut Waru Wadu dan musim hujan atau Waru Ja’lai. Di antara kedua musim itu ada musim peralihannya. Dalam masing-Masing musim ada beberapa upacara yang berhubungan dengan mata pencaharian.
Kehidupan orang Sabu-Raijua terutama tergantung dari lahan pertanian, beternak, menangkap ikan, melakukan kerajinan dan berdagang serta membuat gula sabu dari Nira lontar.
Semuanya tidak dikerjakan secara terpisah. Seorang petani mengerjakan juga pekerjaan lainnya, karena mereka memiliki kalender kerja yang bertumpu pada adat. Semuanya dikerjakan secara tradisional seperti menangkap ikan dengan jala, pukat dan pancing.
Kerajinan yang menonjol adalah tenun ikat dengan warna dasar cerah, dan menganyam daun pandan untuk aneka kebutuhan seperti tikar dan lain-lain. Semua pekerjaan ini hampir tidak bernilai komersial karena masih untuk kebutuhan sendiri, seperti halnya membuat gula Sabu sejenis gula Rote, tapi lebih kental dan tahan lama yang menjadi makanan/minuman utama.
No comments:
Post a Comment